postphx.com – Terjadi peningkatan ketegangan antara Cina dan Filipina menyusul sebuah insiden minggu lalu di Laut Cina Selatan (LCS), di mana pelaut dari kedua negara terlibat dalam konfrontasi yang intens. Militer Filipina merilis sebuah video yang menunjukkan Pasukan Penjaga Pantai Cina secara agresif menabrak dan mengambil alih kapal Angkatan Laut Filipina, termasuk menyita senjata dari awak kapal.
Detail Insiden:
Menurut pejabat Filipina, awak kapal Cina bersenjatakan pedang, tombak, dan pisau. Insiden ini mengakibatkan beberapa warga Filipina mengalami luka, termasuk satu pelaut yang kehilangan ibu jarinya. Manila menggambarkan tindakan pasukan Cina sebagai perilaku bajak laut, sedangkan Beijing mengklaim tindakannya sebagai upaya pencegahan dan pemeriksaan kapal yang “profesional dan terkendali” untuk melindungi kedaulatan Cina.
Konteks Geopolitik:
Insiden ini adalah bagian dari serangkaian konfrontasi berulang di wilayah Thomas Shoal yang diperebutkan, di mana Filipina memiliki garnisun kecil di atas kapal perang tua BRP Sierra Madre yang sengaja didamparkan. Saat insiden terjadi, kapal-kapal Filipina sedang menjalankan misi pengisian bahan bakar.
Reaksi Internasional dan Potensi Eskalasi:
Bonnie Glaser, Direktur Pelaksana Program Indo-Pacific di German Marshall Fund di Amerika Serikat, menyatakan kepada DW bahwa risiko kecelakaan meningkat menjadi konflik sangat tinggi. Kedua negara telah terlibat dalam sengketa LCS selama bertahun-tahun, dengan Cina mengklaim hampir seluruh perairan tersebut.
Hubungan Filipina-AS:
Sebagai tanggapan atas tindakan agresif Cina, Presiden Filipina Ferdinand Marcos Jr. telah berusaha memperkuat hubungan dengan Amerika Serikat. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken baru-baru ini menegaskan kembali komitmen AS kepada Filipina di bawah Mutual Defense Treaty (MDT) yang ditandatangani pada tahun 1951, yang mengikat kedua negara untuk saling membantu jika diserang.
Komentar Analis:
Don McLain Gill, analis geopolitik yang berbasis di Manila dan dosen di De La Salle University, menyatakan bahwa Cina berusaha mendorong aliansi Filipina-AS sampai batasnya dan menunjukkan bahwa aliansi tersebut “tidak dapat bertindak” selain dari membuat pernyataan politik. Ini menandai sebuah strategi berisiko dari Beijing dalam mencoba menggertak Manila untuk kembali ke pembicaraan dengan Cina.
Konflik ini menandai momen kritis dalam dinamika kekuatan di Laut Cina Selatan, dengan potensi untuk eskalasi lebih lanjut yang bisa membahayakan stabilitas regional. Penting bagi komunitas internasional untuk memantau situasi ini dan mencari solusi diplomatik untuk menghindari konflik yang lebih besar.